“kapan nikah?” |
Menjadi dewasa, bahagia tak pernah lagi sederhana.
Tuntutan hidup yang tak karuan banyaknya, membuat senang-senang selalu
tertunda.
Pernah menjejakkan kaki saat luka terlalu suka
memuntahkan ‘perihnya’ disana? Kamu takkan bisa berlari, karena mereka akan
mengikatmu dengan simpul mati. Satu-satunya jembatan tercepat untuk bangun dari
mimpi buruk ini adalah jangan banyak meronta, cukuplah miliki sebuah rela. Saat
kamu menunggu sebuah sapa dari yang kau cinta, tapi hingga penghujung hari
tidak juga tiba, apa rasanya?
Saat kita
berteman dengan dosa, Tuhan pun berteman dengan jarak. Sebab semenyeramkan
apapun menjadi dewasa, waktu tetap berputar, hidup terus berjalan, dan ada
banyak hal yang masih layak diperjuangkan. Pun sepertinya, mendewasa bukan
sekadar menjadi tua dan keriput. Lebih jauh dari itu, ada makna lain yang
mungkin hanya dapat dimengerti jika merelakan diri untuk dihajar proses
naik-turunnya manusia. Setelah menginjak umur kepala dua dan dunia seakan
menuntut kita untuk merantau jauh dari orang tua dan keluarga. Kita mungkin
berhasil mendapatkan kebebasan yang kita inginkan, namun kita cukup kehilangan
perhatian orang tua yang dulu sempat kita hiraukan dan kita anggap remeh. Semakin lebih menghargai setiap
pertemuan-pertemuan singkat yang ada. Berkomunikasi adalah obat penenang rindu
sementara namun selalu tepat. Menyelesaikan masalah sendiri sudah menjadi
makanan pokok pengganti nasi sehari-hari. Kenyataannya kehidupan ideal hanya ada
dalam to-do-list yang usang. Memasuki usia dewasa, segalanya lebih absurd dari
yang kamu kira. Menjadi dewasa, maka kita harus siap mengucapkan
selamat tinggal atas segala sesuatu yang pasti-pasti saja.
inhale, exhale |
Ingin traveling keliling Indonesia, ingin kursus
musik, ingin belajar diving atau snorkeling, ingin ikut kegiatan kemanusiaan,
dan ingin melanjutkan pendidikan. Sedih rasanya kalau mengingat begitu banyak
hal yang ingin dilakukan, tapi kenyataannya malah terjebak di balik meja kerja
8 jam sehari, 5 hari seminggu. Akhir pekan tepar dan hanya tidur seharian.
Belum lagi dihujani pertanyaan “kapan nikah?” menemukan satu orang yang cocok
dengan segala persamaan dan perbedaannya bukanlah hal yang mudah. Ada yang aku
suka dianya gak suka, ada yang suka aku, akunya gak suka, ada yang sama-sama
suka, beda agama, ada yang sama-sama suka dan seiman eh dianya udah ada yang punya, ada yang sama-sama suka dianya gak punya pacar
eh gak direstuin orang tua, mencari satu orang untuk saling bercerita hingga
tua tidak mudah memang namun jodoh akan datang diwaktu yang tepat. Senang dan
bahagia terkadang berbeda. Punya pekerjaan bagus, keuangan cukup, dan kisah
cinta yang manis pun belum tentu membuatmu merasa bahagia.
Menjadi dewasa dan punya gelar yang baik pun belum
tentu menjamin kehidupan akan lebih baik. Kamu butuh skill-skill lain yang
tidak diajarkan di bangku sekolahan. Skill untuk tetap waras saat dunia
terlampau menekan dan juga skill untuk berdamai dengan realita yang terkadang
membuat gila. Ada prinsip ekonomi tingkat lanjut yang harus dipahami agar gaji
yang tak seberapa bisa ditabung supaya bisa membahagiakan orang tua. Ada ilmu
psikologi yang harus dikuasai untuk mencari pasangan yang tepat atau sekadar
menghibur sendiri saat pertanyaan “kapan nikah” semakin sering menghampiri. Dan
yang paling bahaya tentu kegalauan menentukan arah.
Tapi ingat, setiap kali bertemu jalur yang salah,
ingat bahwa kamu sudah selangkah lebih dekat dengan apa yang kamu cari selama
ini. Tidak jarang di setiap likuan jalan seterusnya kita merasa berada di dunia
yg benar-benar baru, penuh intrik dan persaingan. Perlu pijakan kaki, usaha dan
hati yang kuat untuk menghadapinya.
Mewakili hati perempuan
ReplyDeleteSering banget ngerasa gini sih aku :)
ReplyDeleteUEU