Sumber: Kompas.com |
Krisis yang disebabkan karena perubahan iklim menjadi kekhawatiran masyarakat seluruh dunia. Hal ini karena krisis iklim juga berdampak pada ketahanan pangan, kesehatan, hingga perkembangbiakan manusia. Perubahan iklim biasa disebut juga pemanasan global, yang mengacu secara khusus untuk peningkatan suhu bumi. Pemanasan inilah yang pada akhirnya menyebabkan perubahan iklim. Perubahan Iklim dapat menyebabkan peristiwa cuaca ekstrim seperti banjir dan badai, kenaikan permukaan laut, dan peningkatan suhu, yang pada gilirannya dapat menyebabkan gelombang panas dan kekeringan. Perubahan cuaca ekstrim dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung ke manusia. Suhu hangat atau dingin yang ekstrim yang disebabkan oleh perubahan iklim dapat memperburuk beberapa penyakit kronis, termasuk penyakit jantung dan pernapasan. Laporan IPCC mencatat, dampak percepatan perubahan iklim setidaknya akan meningkatkan rerata suhu harian dunia, kenaikan muka air laut, dan penurunan drastis diversitas geneologis -flora maupun fauna- secara menyeluruh. Hal serupa terjadi secara masif di Indonesia dan menjalar ke berbagai sektor.Perubahan iklim sudah bukan lagi isu yang elitis, jauh mengawang-awang, namun sudah nampak di depan mata.
Meskipun dunia sedang disibukkan dalam
'perang' melawan Covid-19 khususnya varian Delta, namun ternyata ada ancaman
lain yang lebih mengerikan, yakni perubahan iklim (climate change). Seperti
diketahui, dunia sedang berduka karena mengalami pandemi. Dilansir dari Detik,
beberapa wilayah masih belum melakukan pengelolaan limbah medis secara
memadai. Pengelolaan limbah dari medis
ini dianggap dilematis. Krisis limbah B3 medis ini, dapat diolah melalui
pembakaran menggunakan alat insinerator. Permasalahannya yakni penggunaan alat
tersebut dalam mengelola limbah medis dapat memperparah krisis iklim akibat
polusi dan emisi yang dihasilkan oleh alat tersebut. Oleh karena itu, limbah
medis masih menjadi PR bagi seluruh elemen masyarakat.
Dalam satu atau dua dekade ke depan,
kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh perubahan iklim kemungkinan akan sama
buruknya dengan pandemi sebesar COVID setiap sepuluh tahun. Dan pada akhir abad
ini, akan jauh lebih buruk jika dunia tetap berada di jalur emisi saat ini.
Masalah-masalah seperti ini mulai gencar disuarakan kaum #MudaMudiBumi. Mereka adalah generasi Z (8-23 tahun) dan kelompok umur milenial (24-39 tahun) yang kini mendominasi 270 juta lebih populasi di negeri ini, (Biro Pusat Statistik dari hasil Sensus Penduduk 2020). Salah satunya aku, dengan menjadi bagian #MudaMudiBumi ikut bergerak untuk mitigasi perubahan iklim. Aku memulai dengan menjadikan hobi travelling sebagai sarana untuk berkontribusi bagi mitigasi perubahan iklim.
Kebanyakan orang terlalu fokus ke hal-hal besar dan hanya melihat yang berdampak besar saja, padahal jika hal-hal kecil ini dimulai dan dilakukan oleh ribuan orang tentu saja akan berdampak besar terhadap perubahan iklim yang akan semakin membaik. Misalnya saja, gencar menyuarakan lewat media sosial, blog pribadi, membuat video hingga bersuara di forum internasional. Inilah saatnya #TimeforActionIndonesia melawan perubahan iklim.
Beberapa hal sederhana yang sudah aku
lakukan #UntukmuBumiku sebagai salah satu aksi dalam memerangi climate change.
1. MEMBAWA TUMBLER DAN ALAT MAKAN SENDIRI
Saat travelling aku lebih suka membawa tumbler dan alat makan sendiri, ini juga dapat meminimalisir penggunaan botol plastic sekali pakai atau pembungkus nasi. Terlihat sepele namun berpengaruh besar untuk bumi kita.
2. MEMBUANG
SAMPAH PADA TEMPATNYA
Saya mencoba untuk selalu membuang sampah pada tempatnya, dan memilahnya mana sampah organik dan non organik. Simpel tapi ga semua orang sudah melakukannya, betulkan? Termasuk saat traveling, berhati-hati untuk tidak membuang sampah sembarangan.
3.KONSUMSI
OLAHAN RUMAH
Selain membuat kita lebih sehat, kita juga berkontribusi telah membeli sayuran dan buah-buahan dari para petani. Kita dapat berkontribusi cukup dengan menggunakan uang yang kita miliki dengan selalu mengutamakan transaksi pada pedagang lokal. Saya bersumpah ketika travelling akan lebih mencintai dan memilih olahan rumah dari pedagang lokal.
4. MEMBAWA TOTEBAG
Selain untuk berbelanja, totebag ini
juga kadang saya gunakan untuk memungut sampah yang berceceran di sepanjang
jalan yang saya lewati saat berwisata.
5. MENGGUNAKAN
SEDOTAN NON-PLASTIK
Saya punya sedotan sendiri yang selalu
saya bawa, atau tidak menggunakanya sama sekali. Minum langsung dari gelas
tidak masalah bukan.
6. MENGURANGI
POLUSI UDARA DENGAN BERJALAN KAKI
Ini sudah menjadi kebiasaan saya, apalagi saat solo travelling. Selain mengurangi polusi, berjalan kaki juga bikin sehat loh, hitung-hitung berolahraga. Yang pali saya sukai dengan berjalan kaki menyusuri tempat yang baru saya kunjungi adalah saya bisa memperhatikan sekeliling saya lebih detail mulai dari penduduknya hingga kedai makan yang saya lewati.
7. TRAVELLING KELILING INDONESIA
Ketika kita jalan-jalan ke luar negeri dan melakukan penerbangan udara jarak jauh, kita akan meninggalkan jejak karbon dalam skala yang besar. Jejak karbon merupakan jumlah karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya yang dihasilkan lewat pembakaran bahan bakar fosil, salah satu penyebab utama perubahan iklim. Sebelumnya ditemukan kalau menggunakan pesawat terbang dengan tujuan traveling, sama dengan menyumbang gas emisi CO2 besar untuk bumi ini. Walau masih terus dalam rundungan pro dan kontra – sempat ada gerakan anti traveling dengan pesawat.Selain menjadi mitigasi perubahan iklim, sembari mempromosikan Indonesia ke mata dunia kan.
The United Nations World Tourism Organization & International Transport Forum pada tahun 2019 melaporkan, kontribusi sektor pariwisata dalam menyumbangkan emisi CO2 sebesar 5 % pada 2005. Sementara transportasi menjadi komponen terbesar dalam menyumbang gas emisi rumah kaca yaitu 75%.
Ketika kita peduli dan negara turut
berperan aktif dalam mendukung industri pariwisata ramah lingkungan, maka
secara tak langsung kita menyelamatkan bumi dan segala yang kita cintai yang
turut mengada di dalamnya. Sebagai seorang sustainable traveler, kita juga
mampu memberikan dampak positif sederhana dengan membawa barang yang bersifat
reusable (bisa digunakan kembali) pada saat berwisata.
Perlahan saya lakukan beberapa hal kecil yang
diharapkan dapat berkontribusi baik terhadap perubahan iklim bumi kita, baik
saat di rumah ataupun saat sedang traveling.
Beberapa kontribusi yang sudah saya
lakukan, mungkin terlihat sepele atau bahkan belum sempurna. Namun hal-hal
kecil di atas juga kadang luput dilakukan oleh orang-orang. Jadi, apakah kamu
juga seorang sustainable traveller? (DW)
No comments:
Post a Comment